Teknologi Media
Massa
1.
Media massa yang dikuasai Rupert Murdoch.
Rupert Murdoch membangun kerajaan bisnis medianya dengan
nama News Corporations, salah satu perusahaan media terbesar dan paling
berpengaruh di dunia. Perusahaan yang dimiliki NewsFOX dan Harper Collins di
Amerika Serikat dan BSkyB di Britania Raya. Ia sebelumnya merupakan warga
negara Australia, namun kemudian secara resmi menjadi warga negara Amerika
Serikat terkait dengan keberadaan bisnisnya di negara Paman Sam tersebut.
Berikut sejarah
perkembangan bisnis media yang dibangun Rupert Murdoch dengan cara mengakuisisi
beberapa perusahaan di seluruh dunia yang digabungkan ke dalam induk perusahan
News Corporation miliknya.
News Corporation
adalah perusahaan publik yang dipegang oleh Rupert Murdoch. Didirikan pada
tahun 1979 di Australia, perusahaan ini dipindahkan ke Amerika Serikat pada
tahun 1980. Perrusahaan ini memiliki ribuan media massa, seperti pesaing
globalnya, General Electric.
Fox News Channel
adalah saluran berita terkini yang dikemas cermat oleh Fox Broadcasting
Company. Dirintis oleh Rupert Murdoch, saluran ini didirikan pada tanggal 7
Oktober 1996, dengan bantuan dari CBS, NBC dan ABC.
20th Century Fox,
kependekan dari Twentieth Century Fox Film Corporation, adalah salah satu
studio film utama, terletak di Century City, California, Amerika Serikat,
persis di barat Beverly Hills. Studio ini merupakan anak perusahaan News
Corporation, konglomerat media yang dikuasai oleh Rupert Murdoch.
Perusahaan ini
merupakan hasil dari penggabungan dua perusahaan, Fox Film Corporation
didirikan oleh William Fox pada 1914, dan Twentieth Century Pictures, dimulai
pada 1933 oleh Darryl F. Zanuck, Joseph Schenck, Raymond Griffith dan William
Goetz.
The Times adalah
surat kabar harian yang diterbitkan di Inggris Raya sejak tahun 1785, ketika
itu masih dikenal dengan nama The Daily Universal Register.
Surat kabar ini dan
saudaranya The Sunday Times diterbitkan oleh Times Newspapers Limited, yang
merupakan bagian dari News International. News International dimiliki secara
keseluruhan oleh kelompok News Corporations, yang dipimpin oleh Rupert Murdoch.
The Times adalah
nam asli dari surat kabar ini, dan meminjamkan namanya pada berbagai surat
kabar di beberapa penjuru dunai, seperti The New York Times, The Times of
India, dan The Irish Times. Untuk lebih khusus, jika diterbitkan untuk daerah
di luar UK sebagai London Times. Surat kabar ini aslinya mempergunakan jenis
huruf Times New Roman, yang dikembangkan oleh Stanley Morison dari The Times
bekerjasama dengan Monotype Corporation yang sudah terkenal akan percetakannya
Jika disimpulkan Inilah beberapa Media Massa yang dikuasai oleh Si Raja Media
Ruppert Murdoch.
1. News Limited (Australia)
2. The Sun (inggris)
3. The News World (Inggris)
4. Sky Television (Inggris)
5. San Antonio Express News (Amerika)
6. Supermarket Star (Amerika)
7. New York Post (Amerika)
8. 20th Century Fox (Amerika)
9. Metro Media (Amerika)
10. Star TV (Asia)
11. My Space (Amerika)
2. Tokoh –
tokoh yang menguasai industri media.
·
Disney :
Walter Elias Disney atau lebih dikenal sebagai Walt Disney (lahir di Chicago, Illinois, Amerika
Serikat, 5 Desember 1901 – meninggal
di Burbank, California, Amerika
Serikat, 15 Desember 1966 pada umur 65 tahun) adalah produser film, sutradara,animator,
dan pengisi suara berkebangsaan Amerika
Serikat. Ia terkenal akan pengaruhnya terhadap dunia hiburan pada
abad ke-20. Sebagai ko-pendiri Walt Disney Productions (bersama Roy O. Disney),
Disney menjadi salah satu produser film paling terkenal di dunia. seorang
penerbit film tersohor di dunia. Perusahaan yang didirikannya, kini dikenal
sebagai The Walt Disney Company, kini memiliki
pendapatan tahunan sekitar $ 35 miliar.
Disney terkenal sebagai produser film dan showman, dan juga inovator
dalam bidang animasi dan desain taman bermain. Ia dan anak buahnya menciptakan
berbagai karakter terkenal dunia, seperti Miki Tikus yang disuarakan oleh Disney sendiri.
Ia telah memenangkan 26 Academy
Awards dari 59
nominasi.
·
MNC group
Hary Tanoesedibjo Si
Raja Multimedia Indonesia. Dikenal sebagai bos dari MNC Group Hary Tanoesoedibjo
dilahirkan di Kota Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 26 September 1965. Setelah
menamatkan Sekolah Menengah Atas, ia kemudian memilih masuk ke perguruan tinggi
di negara Kanada yaitu Carleton University, Ottawa Kanada. Kemudian setelah
menamatkan pendidikan dan mendapatkan gelar Bachelor of Commerce pada tahun
1988, Hary Tanoesoedibjo pun melanjutkan pendidikannya di Universitas yang sama
yaitu Carleton University dengan mengambil jurusan magister untuk program
Master of Business Administration pada tahun 1989. Hary Tanoesedibjo memang
terkenal amat pandai Gelar master of Business Administration hanya ia capai
dalam waktu satu tahun saja.
Di bawah naungan PT Media
Nusantara Citra (MNC), tak sampai lima tahun, Hary kemudian berhasil menguasai
saham mayoritas di stasiun TV tersebut. Saham MNC sendiri 99,9% dimiliki oleh
Bimantara Citra. Sejak memiliki Bimantara, Hary kian agresif di bidang media.
Ditambah lagi, Hary mempunyai kemampuan menentukan perusahaan-perusahaan media
mana yang berpotensi untuk berkembang. Selain itu, banyak orang mengakui, kunci
sukses Hary terletak pada kemampuannya menata kembali perusahaan yang sudah
kusut alias bermasalah. Ini terbukti ketika pria yang kabarnya pernah tidak naik
kelas di masa SMA ini membenahi Bimantara yang terbelit utang.
Sebelumnya,
Bimantara juga memiliki stasiun radio Trijaya FM.
Belakangan, untuk
menambah eksistensinya dalam dunia media, Bimantara juga menerbitkan media
cetak. Sampai saat ini ada majalah, tabloid, dan koran yang bergabung di bawah
bendera Grup Bimantara. Ada majalah ekonomi dan bisnis Trust, tabloid remaja
Genie, dan pertengahan 2005 lalu menerbitkan harian Seputar Indonesia. Ke
depan, MNC diproyeksikan menjadi perusahaan subholding yang bertindak sebagai
induk media penyiaran di bawah Grup Bimantara. MNC juga bakal menjadi rumah
produksi yang akan memasok acara-acara ke RCTI, TPI, Global TV, dan semua
jaringan radionya. Selain itu, MNC akan membangun jaringan radio nasional di
seluruh wilayah Tanah Air. Hary telah membuktikan kemampuannya membangun
dinasti bisnis, dengan nilai aset US$ 7,2 miliar. Kinerja bisnis cemerlang itu
ia lakukan hanya dalam tempo 14 tahun.
·
Transcorp
Langkah bisnis anak usaha CT Group makin
mantap di bisnis hiburan dan media. Dengan melakukan sejumlah konsolidasi dan
akuisisi, perusahaan ini tidak mau kalah dari saingannya yaitu MNC Group dan
Viva Group. Selain memiliki bisnis media, perusahaan milik Chairul Tanjung ini
juga berencana membangun 20 Trans Studio di Indonesia.
Sulur bisnis Chairul Tanjung, pemilik CT Corp makin panjang. Terakhir,
perusahaan ini melalui anak usahanya Trans Airways membeli 10,88% saham PT
Garuda Indonesia Tbk (GIAA) seharga Rp 620 per saham.
Trans Airways bukanlah satu-satunya anak usaha CT Corp. Perusahaan yang
sebelum 1 Desember 2011 bernama Para Group ini juga memiliki sejumlah anak
usaha di bidang penyiaran televisi, perdagangan ritel, dan hotel.
Di bisnis penyiaran televisi, CT memiliki perusahaan bernama Trans Corp
yang membawahi Trans TV dan Trans 7. Sedangkan di bidang ritel, CT memegang
lisensi Carrefour di Indonesia.
·
Nex media
Pada tahun 1983, Emtek didirikan oleh
Eddy Kusnadi Sariaatmadja sebagai perusahaan layanan komputer pribadi dan
pernah menjadi distributor produk Compaq di Indonesia.
Bisnis Emtek berkembang pesat. Emtek menguasai Surya Citra
Media (induk SCTV) melalui PT. Abhimata
Mediatama sejak 2001. Pada 2008, SCM dikuasai
langsung oleh Emtek.[1]
Pada 13 Mei 2011, Emtek resmi membeli
saham Indosiar Karya Media (induk Indosiar)
27,24% dari PT. Prima Visualindo. Pada akhir penawaran tender wajib, Emtek
resmi menguasai Indosiar dengan saham 84,77%.[2]
·
Kompas &
gramedia group
Kompas Gramedia, disingkat KG, adalah perusahaan Indonesia
yang bergerak di bidang media massa yang
didirikan pada tanggal 28 Juni 1965 Oleh P.K. Ojong dan Jakob Oetama.
Pada
tahun 1980-an perusahaan ini mulai berkembang pesat, terutama dalam
bidang komunikasi. Saat ini, KG memiliki beberapa anak
perusahaan/bisnis unit yang bervariatif dari media massa, toko buku,
percetakan, radio, hotel, lembaga pendidikan, event organizer, stasiun TV
hingga universitas.
Pada
tahun 2005, perusahaan ini mempekerjakan sekitar 12.000 karyawan yang
tersebar di seluruh Indonesia.
3.
Praktisi public
relations atau hubungan masyarakat sebelumnya hanya terbatas pada
media-media fisik dan offline. Press release dan pesan korporat lainnya
disampaikan kepada public dengan bantuan wartawan atau perantara lainnya.
Penyampaian pesan untuk membangun citra korporat menjadi sangat bergantung kepada
pihak ketiga yang menjadi penghubung antara praktisi dengan publik sasarannya.
Selama sekian lama teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan terus
berkembang. Pilihan bertambah dan teknologi untuk menuju masyarakat tidak lagi
hanya saluran-saluran fisik dan offline.
Kemudahan
akses internet membuat penggunanya semakin meluas di masyarakat. Semakin banyak
interaksi sosial terjadi secara online sebagai akibat dari kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi. Semakin banyaknya pengguna dan interaksi di
dunia maya membuat praktisi public relations harus dapat membaca cepat
peluang strategis ini. Praktisi harus dapat dengan segera mengekspansi
pekerjaannya, tidak hanya di ranah fisik tetapi juga dunia maya. Bahwa publik
bukan hanya lagi orang-orang yang terlihat secara fisik namun juga orang-orang
yang hidup di dunia maya. Bahwa dunia yang harus mereka persuasi telah
berekspansi dalam ruang cyber. Seorang praktisi public relations
yang baik haruslah pandai membaca dinamika di masyarakat termasuk migrasi
besar-besaran interaksi ke dunia maya.
Saat
ini, ekspansi ke dunia maya sudah tidak dapat dielakkan lagi. Praktisi public
relations mutlak memerlukan saluran-saluran online dalam melakukan
pekerjaannya. Hal ini dapat dinilai sebagai bentuk determinisme teknologi
terhadap bidang public relations. Perkembangan teknologi dan penggunaan
internet telah memaksa korporasi turut bergabung dalam dunia maya yang dibangun
bersama masyarakat. Jika ingin pesan-pesan dan pembentukan citra di masyarakat
berjalan dengan baik, saluran-saluran di dunia maya sangat diperlukan.
Korporasi tidak dapat mengelak, sebab mengelak berarti tertinggal. Tertinggal
karena telah gagal membangun citra yang utuh di hadapan publik. Pembangunan
citra yang hanya berhasil pada public secara fisik, tidak mengikutsertakan yang
maya berarti hanya membangun citra pada sebelah mata publik saja. Seperti yang
telah dijelaskan di atas, bahwa dunia telah berekspansi adalah sebuah kenyataan
yang tidak terbantahkan.
Ekspansi
dunia ke dunia maya sebagai akibat deterministik dari perkembangan teknologi
setidaknya memiliki 3 implikasi bagi bidang public relations. Yang
pertama adalah tambahan saluran, yang kedua adalah tambahan manfaat dan yang
terakhir adalah tambahan keuntungan. Namun, seperti sebuah lingkaran, teknologi
yang deterministik pada tahap selanjutnya kemudian dikendalikan oleh konstruksi
manusia atasnya agar teknologi kembali berfungsi sesuai keinginan manusia.
Dalam konstruksi ini, dibutuhkan kecermatan. Sebab, pemanfaatan teknologi dapat
menjadi peluang sekaligus ancaman bagi praktek public relations.
Pertama,
sebagai tambahan alat, ekspansi wilayah pekerjaan bagi praktisi public
relations bisa jadi hanyalah berarti bahwa saluran untuk membangun citra
menjadi bertambah variatif. Berbagai saluran lama yang telah ada seperti media
cetak dan tatap muka bukan berarti hilang sama sekali. Saluran-saluran lama
masih tetap diperlukan untuk membangun citra di mata public secara fisik.
Tetapi yang perlu diperhatikan adalah seberapa penting saluran baru ini untuk
diperhatikan dan dikembangkan. Perkembangan teknologi dan penggunaannya yang
semakin hari semakin terlihat signifikansinya dalam kehidupan masyarakat perlu
diperhatikan. Dunia maya menjadi sangat penting bagi kehidupan masyarakat saat
ini, bahkan tidak hanya masyarakat urban, sebab jaringan internet sudah dapat
diakses hingga ke pelosok. Kecepatan arus informasi, kepercayaan dan
ketergantungan masyarakat pada dunia maya menjadi peluang bagi pembangunan
citra korporat. Sekaligus dapat pula menjadi ancaman apabila tidak dikelola
dengan cermat. Kebebasan setiap orang untuk berbicara dan menyebarkan isu di
dunia maya juga menambah deretan peluang yang dapat menjadi ancaman bagi citra
korporat bila praktisi public relations mereka tidak cermat menangani.
Kedua,
sebagai tambahan keuntungan hadirnya dunia maya membuat pembangunan citra tidak
lagi tergantung kepada pihak-pihak ketiga. Praktisi dapat mendekati publik
secara langsung. Bahkan di dunia maya, setiap orang seolah diraih secara
personal melalui akun-akun pribadi mereka meskipun sesungguhnya pesan
dikirimkan secara masal. Efek maya yang kabur antara interpersonal dan massa
ini adalah salah satu keuntungan cyber public relations jika
dibandingkan dengan physical public relations dan offline public relations.
Publik dibuat memiliki kedekatan psikologis dengan korporat melalui
hubungan-hubungan yang maya. Kedekatan psikologis dan interpersonal yang lebih
menyentuh ini adalah hal yang sangat sulit dilakukan sebelumnya, mengingat ada
begitu banyak orang yang harus dirangkul. Padahal, pergeseran jarak menjadi
interpersonal dan banyaknya sentuhan psikologis serta perasaan membuat citra
lebih mudah dibangun. Kepercayaan publik menjadi lebih tinggi ketika mereka
merasa seolah-olah didekati secara interpersonal oleh korporasi.
Batas
ruang dan waktu juga tidak lagi menjadi penghalang bagi hubungan publik dan
korporasi. Akses internet 24 jam dari seluruh belahan dunia dapat digunakan
oleh siapa saja untuk berkomunikasi mengenai apa saja. Arus informasi menjadi
sangat cepat dan terus menerus berlangsung. Hal ini merupakan kesempatan yang
sangat baik bagi praktisi public relations untuk terus menyebarkan
informasi korporat, mendekati publik dan membangun citra. Tidak sedetik pun
terjadi kevakuman yang dapat membuat isu-isu buruk berkembang luas. Tidak perlu
menunggu pagi hari untuk menunggu press release terbit di koran, dalam
hitungan detik atau bahkan saat kejadian, praktisi public relations
dapat membuat live report nya sendiri.
Ketiga
adalah tambahan tanggungjawab. Meluasnya publik yang harus ditangani dan
banyaknya potensi keuntungan tentunya melahirkan tanggungjawab yang lebih
besar. Kejelian membaca situasi dan dinamika sangat diperlukan karena offline
dan online public tentunya membutuhkan strategi pendekatan yang
berbeda. Kesigapan dalam menangani isu juga sangat diperlukan sebab tidak
adanya batas ruang dan waktu membuat praktisi public relations harus
ikut tetap terjaga seperti dunia maya itu. Tertidur, lepas monitor dan respon
lambat akan membuat citra yang buruk bagi korporasi. Sebab, dunia maya tidak
pernah tidur, dunia maya memiliki banyak tuntutan dari segi kecepatan dan
akurasi. Praktisi public relations harus siap mengikuti ini demi
korporasinya. Kemampuan menggunakan berbagai fasilitas di dunia maya juga
menjadi sangat penting agar citra yang terbangun adalah korporasi masa kini
yang ‘melek’ teknologi dan canggih. Di samping tetap menjalankan offline
dan physical public relations, cyber public relations akan
menjadi tambahan beban pekerjaan dan tanggungjawab bagi bidang public
relations.
Efek
deterministik dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang telah
mewajibkan adanya cyber public relations sayang sekali justru sering
menjerumuskan korporasi pada citra yang memburuk. Terbuai dengan keuntungan dan
tambahan alat membuat banyak korporasi hanya ikut bergabung dan memiliki
akun-akun di dunia maya tanpa memiliki kemahiran dan tanggungjawab dalam
pengelolaannya. Hal ini justru membuat citra perusahaan terlihat lambat dalam
menanggapi isu, tidak memiliki kontinuitas dalam penggunaan teknologi dan
sebagainya. Praktisi public relations yang cerdas dan cermat akan menghalau
efek deterministik ini dan menemukan cara untuk mengkonstruksi teknologi dan
memanfaatkannya untuk kepentingan pekerjaannya membangun citra korporasi.
4. Banyak
masyarakat Indonesia yang bergantung dengan media massa untuk hanya mencari
sebuah hiburan ataupun untuk memenuhi kebutuhanya. Dengan semakin banyaknya
masyarakat Indonesia yang menggunakan jasa media massa. Untuk sebagian
pebisnis, dalam pandangan mereka itu merupakan salah satu peluang untuk meraup
keuntungan yang menjanjikan. Maka tak heran dengan selalu bertambahnya media
massa di Indonesia, dalam percetakan, pertelevisian ataupun radio. Dalam bidang
pertelevisian, selain TVRI sebagai stasiun pertama yang berdiri di Indonesia yaitu
pada tanggal 24 Agustus 196. terdapat 11 (sebelas) stasiun televisi lainya,
Sebelas televisi ini ternyata dikuasai beberapa grup pemilik seperti MNC yang
menguasai MNC (tadinya TPI), Metro TV, Global TV dan RCTI. Transcorp/Grup Para
menguasai Trans TV dan Trans 7, kemudian Bakrie Group menguasai ANTV dan TV One
, SCTV dan IVM (Indosiar Visual Mandiri) dikuasai kelompok yang sama, disamping
TVRI serta Space Toon yang punya ijin siaran nasional, namun saham kepemilikan
space toon kini telah di beli oleh perusahaan swasta dan berganti nama menjadi
NET. Di samping itu kini telah beroperasi 7 televisi berlangganan satelit, 6
televisi berlangganan terrestrial, dan 17 televisi berlangganan kabel. Seperti
tidak mau kalah dengan pertelevisian, radiopun mengalami kemajuan walaupun
tidak sepesat televisi. Hingga akhir tahun 2002, terdapat 1188 Stasiun Siaran
Radio di Indonesia. Jumlah itu terdiri atas 56 stasiun RRI dan 1132 buah
Stasiun Radio Swasta. Perkembangan industri dan bisnis penyiaran juga telah
mendorong tumbuh pesatnya bisnis rumah produksi (Production House/PH). Sebelum
krisis ekonomi, tercatat ada 298 buah perusahaan PH yang beroperasi di mana
sekitar 80% di antaranya berada di Jakarta. Pada saat krisis, khususnya antara
tahun 1997-1999, jumlah PH yang beroperasi menurun drastis sampai sekitar 60%.
Pada tahun 2003, bisnis PH secara perlahan kembali bangkit yang antara lain
didorong oleh peningkatan jumlah televisi swasta. Kebutuhan TV swasta akan
berbagai acara siaran, mulai acara hiburan sampai acara informasi dan
pendidikan, banyak diproduksi oleh PH local. dalam bisnis media penerbitan,
khususnya surat kabar dan majalah, juga mengalami peningkatan khususnya dalam
hal kuantitas. Pada tahun 2000, menurut laporan MASINDO, terdapat 358 media
penerbitan. Jumlah tersebut terdiri atas 104 surat kabar, 115 tabloid, dan 139
majalah. Hal menarik dalam penerbitan media massa cetak ini adalah semakin
beragamnya pelayanan isi yang disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan segmen
khalayak pembacanya.
Jadi Korporasi media massa
di Indonesia ada 3, yaitu :
a. Media cetak
b. Media penyiaran
c. New media,
sebuah media yang memfasilitasi interaksi antar pengirim dan penerima identik
dengan teknologi yang memanfaatkan internet, sehingga memunculkan suatu istilah
baru yang sering disebut dengan jurnalisme online.
Gaya hidup yang serba
instan membuat masyarakat tidak memiliki lagi waktu luang untuk sekadar membaca
koran atau pun menonton televisi. Peluang inilah yang dilihat sebagai selera
pasar bagi pemilik media. Para pemilik media mulai membuat afiliasi bagi
medianya. Akhirnya muncullah media online yang sebenarnya merupakan korporasi dari media cetak maupun media penyiaran yang telah ada
sebelumnya.
Meskipun tidak semua
media online merupakan hasil korporasi media, namun tidak dapat dipungkiri jika
kehadiran media online yang berafiliasi dengan media lain memang lebih banyak
bila dibandingkan dengan yang tidak. Media online yang berdiri sendiri antara
lain adalah lintas.me.
Sedangkan yang
berafiliasi dengan media lain terdapat kompas.com,
metrotvnews.com, tempo.com dan masih banyak lagi. Indonesia memiliki
jumlah stasiun radio dan TV terbesar kedua setelah Cina. Negeri ini punya satu
TV publik, 10 TV swasta nasional, 70 TV swasta lokal, dua TV kabel, satu TV
satelit dan lebih dari 1.800 stasiun radio.
5. Di
era globalisasi ini, kebutuhan akan informasi yang cepat menjadi sangat penting
bagi masyarakat. Media massa merupakan bentuk komunikasi massa yang mampu
menyediakan kebutuhan akan informasi yang cepat mengenai apa yang terjadi.
Media sebagai bagian dari komunikasi massa memegang posisi penting dalam
masyarakat dimana menurut Lasswell dan Wright, komunikasi massa memiliki fungsi
sosial sebagai surveillance, korelasi dan interpretasi, transmisi budaya dan
sosialisasi, serta sebagai media hiburan.
Peranannya yang penting inilah yang
membuat industri media massa berkembang sangat pesat dan membuat media massa
tidak hanya sebagai sebuah institusi yang idealis, seperti misalnya sebagai
alat sosial, politik, dan budaya, tetapi juga telah merubahnya menjadi suatu
institusi yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi. Sebagai institusi
ekonomi, media massa hadir menjadi suatu industri yang menjanjikan keuntungan
yang besar bagi setiap pengusaha.
Oleh karena itu, jelas adanya
oligopoli media, yang mengarahkan terciptanya monopoli media massa yang
mengancam hak publik dalam mengakses informasi, sebab perusahaan media massa
dikendalikan para pemilik modal dan digunakan untuk mengeruk keuntungan.
Konsentrasi media yang terjadi dikhawatirkan membawa sejumlah dampak negatif,
tidak hanya pada perkembangan kelangsungan sistem media di Indonesia, melainkan
juga dampak pada isi atau konten yang disampaikan kepada masyarakat. Adanya
konsentrasi media massa juga dapat mengakibatkan homogenitas pemberitaan dan
informasi akibat dari diversifikasi media, yaitu proses penganekaragaman usaha
ekonomi sosial yang dilakukan oleh suatu industri atau pelaku produksi media .
Sudut pandang yang dapat digunakan
untuk melihat bagaimana peran pemilik media dari segi ekonomi politik terhadap
media massa dapat dengan menggunakan pandangan dari teori ekonomi politik.
Teori Ekonomi-politik merupakan sebuah teori yang berangkat dari pendekatan
kritis yang muncul sebagai respon terhadap akselerasi kapitalisme.
Faktor kepemilikan media tersebut
menyebabkan isu ekonomi politik media memiliki konsekuensi:
a. Homogenisasi
Homogenisasi dapat diartikan sebagai
: “Financial pressures ands other forces lead all media products to becom
similar, standard and uniform” atau penyeragaman bentuk tayangan atau program.
b. Agenda
setting
Merupakan upaya media untuk membuat
pemberitaan tidak semata-mata menjadi saluran isu dan peristiwa melainkan ada
strategi dan kerangka yang dimainkan media sehingga pemberitaan memiliki nilai
lebih yang diharapkan oleh media.
c. Hegemoni Budaya
Merupakan pandangan bahwa telah
terjadi dominasi oleh salah satu kelas di masyarakat atas kelas-kelas lainnya.
Hegemoni budaya mengidentifikasi
dan menjelaskan dominasi dan upaya mempertahankan kekuasaan, metode yang
dipakai mereka yang berkuasa atas kelas-kelas yang subordinat untuk menerima
dan mengadopsi the ruling- class values. Contoh: konsumerisme, budaya Jawa, dan
Islam
Karena kepentingan ekonomi media
massa yang sudah berkembang, maka pers akan berubah tidak lagi menjadi pers
yang idealis karena ada cempur tangan pemilik media yang akan menjadi
gatekeeper utama menentukan informasi dan opini “pilihan” untuk diterima oleh
masyarakat luas. Hal ini akan membuat informasi yang sampai ke masyarakat telah
diatur sedemikian rupa tanpa disadari dan menjadi tidak seimbang. Selain itu,
perkembangan industri yang berkiblat pada perkembangan di dunia barat dan
masuknya modal asing dalam kepemilikian konsolidasi media akan mampu membawa
masuk budaya barat ke delam masyarakat melalui isi yang ditampilkan oleh media
sehingga dapat berakibat pada penjajahan budaya di masyarakat. Kepemilikan
silang media yang bisa memicu adanya monopoli media massa yang pada akhirnya
akan mengakibatkan soal hegemoni dan dominasi perusahaan media besar terhadap
opini serta kebenaran yang dibentuk. Perluasan kepemilikan akan berpengaruh
terhadap budaya yang berkembang di masyarakat karena industri ekonomi media
yang besar berasal dari dunia barat.
Semua itu tidak terlepas dari adanya agenda setting dan framing yang dilakukan
media massa yang disesuaikan dengan kepentingan pemiliknya. Hal tersebut
bertentangan dengan fungsi utama jurnalisme media, yakni menyampaikan kebenaran
publik, bukan kebenaran subyektif pemilik media atau pasar yang sifatnya
sensasional. Kenyataan menunjukkan, keterlibatan media dalam membentuk suatu
opini publik adalah sebuah kekuatan tersendiri yang dimilikinya dan itu sangat
berpengaruh dalam tatanan kehidupan di masyarakat.
Konglomerasi media dimana pemilik
media besar yang memiliki beragam jenis media massa dapat secara terus menerus
menyampaikan informasi walaupun informasi tersebut sarat dengan kepentingan
ekonomi dan politik tertentu.
Referensi :