Rabu, 08 Oktober 2014

Konglomerasi Media

Teknologi Media Massa

1.   Media massa yang dikuasai Rupert Murdoch.
Rupert Murdoch membangun kerajaan bisnis medianya dengan nama News Corporations, salah satu perusahaan media terbesar dan paling berpengaruh di dunia. Perusahaan yang dimiliki NewsFOX dan Harper Collins di Amerika Serikat dan BSkyB di Britania Raya. Ia sebelumnya merupakan warga negara Australia, namun kemudian secara resmi menjadi warga negara Amerika Serikat terkait dengan keberadaan bisnisnya di negara Paman Sam tersebut. 

Berikut sejarah perkembangan bisnis media yang dibangun Rupert Murdoch dengan cara mengakuisisi beberapa perusahaan di seluruh dunia yang digabungkan ke dalam induk perusahan News Corporation miliknya.

News Corporation adalah perusahaan publik yang dipegang oleh Rupert Murdoch. Didirikan pada tahun 1979 di Australia, perusahaan ini dipindahkan ke Amerika Serikat pada tahun 1980. Perrusahaan ini memiliki ribuan media massa, seperti pesaing globalnya, General Electric. 

Fox News Channel adalah saluran berita terkini yang dikemas cermat oleh Fox Broadcasting Company. Dirintis oleh Rupert Murdoch, saluran ini didirikan pada tanggal 7 Oktober 1996, dengan bantuan dari CBS, NBC dan ABC. 

20th Century Fox, kependekan dari Twentieth Century Fox Film Corporation, adalah salah satu studio film utama, terletak di Century City, California, Amerika Serikat, persis di barat Beverly Hills. Studio ini merupakan anak perusahaan News Corporation, konglomerat media yang dikuasai oleh Rupert Murdoch. 

Perusahaan ini merupakan hasil dari penggabungan dua perusahaan, Fox Film Corporation didirikan oleh William Fox pada 1914, dan Twentieth Century Pictures, dimulai pada 1933 oleh Darryl F. Zanuck, Joseph Schenck, Raymond Griffith dan William Goetz. 

The Times adalah surat kabar harian yang diterbitkan di Inggris Raya sejak tahun 1785, ketika itu masih dikenal dengan nama The Daily Universal Register. 

Surat kabar ini dan saudaranya The Sunday Times diterbitkan oleh Times Newspapers Limited, yang merupakan bagian dari News International. News International dimiliki secara keseluruhan oleh kelompok News Corporations, yang dipimpin oleh Rupert Murdoch. 

The Times adalah nam asli dari surat kabar ini, dan meminjamkan namanya pada berbagai surat kabar di beberapa penjuru dunai, seperti The New York Times, The Times of India, dan The Irish Times. Untuk lebih khusus, jika diterbitkan untuk daerah di luar UK sebagai London Times. Surat kabar ini aslinya mempergunakan jenis huruf Times New Roman, yang dikembangkan oleh Stanley Morison dari The Times bekerjasama dengan Monotype Corporation yang sudah terkenal akan percetakannya
Jika disimpulkan Inilah beberapa Media Massa yang dikuasai oleh Si Raja Media Ruppert Murdoch.

1. News Limited (Australia)

2. The Sun (inggris)

3. The News World (Inggris)

4. Sky Television (Inggris)

5. San Antonio Express News (Amerika)

6. Supermarket Star (Amerika)

7. New York Post (Amerika)

8. 20th Century Fox (Amerika)

9. Metro Media (Amerika)

10. Star TV (Asia)

11. My Space (Amerika)


2.   Tokoh – tokoh yang menguasai industri media.
·         Disney :
Walter Elias Disney atau lebih dikenal sebagai Walt Disney (lahir di Chicago, Illinois, Amerika Serikat, 5 Desember 1901 – meninggal di Burbank, California, Amerika Serikat, 15 Desember 1966 pada umur 65 tahun) adalah produser film, sutradara,animator, dan pengisi suara berkebangsaan Amerika Serikat. Ia terkenal akan pengaruhnya terhadap dunia hiburan pada abad ke-20. Sebagai ko-pendiri Walt Disney Productions (bersama Roy O. Disney), Disney menjadi salah satu produser film paling terkenal di dunia. seorang penerbit film tersohor di dunia. Perusahaan yang didirikannya, kini dikenal sebagai The Walt Disney Company, kini memiliki pendapatan tahunan sekitar $ 35 miliar.
Disney terkenal sebagai produser film dan showman, dan juga inovator dalam bidang animasi dan desain taman bermain. Ia dan anak buahnya menciptakan berbagai karakter terkenal dunia, seperti Miki Tikus yang disuarakan oleh Disney sendiri. Ia telah memenangkan 26 Academy Awards dari 59 nominasi.

·         MNC group

Hary Tanoesedibjo Si Raja Multimedia Indonesia. Dikenal sebagai bos dari MNC Group Hary Tanoesoedibjo dilahirkan di Kota Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 26 September 1965. Setelah menamatkan Sekolah Menengah Atas, ia kemudian memilih masuk ke perguruan tinggi di negara Kanada yaitu Carleton University, Ottawa Kanada. Kemudian setelah menamatkan pendidikan dan mendapatkan gelar Bachelor of Commerce pada tahun 1988, Hary Tanoesoedibjo pun melanjutkan pendidikannya di Universitas yang sama yaitu Carleton University dengan mengambil jurusan magister untuk program Master of Business Administration pada tahun 1989. Hary Tanoesedibjo memang terkenal amat pandai Gelar master of Business Administration hanya ia capai dalam waktu satu tahun saja. 
Di bawah naungan PT Media Nusantara Citra (MNC), tak sampai lima tahun, Hary kemudian berhasil menguasai saham mayoritas di stasiun TV tersebut. Saham MNC sendiri 99,9% dimiliki oleh Bimantara Citra. Sejak memiliki Bimantara, Hary kian agresif di bidang media. Ditambah lagi, Hary mempunyai kemampuan menentukan perusahaan-perusahaan media mana yang berpotensi untuk berkembang. Selain itu, banyak orang mengakui, kunci sukses Hary terletak pada kemampuannya menata kembali perusahaan yang sudah kusut alias bermasalah. Ini terbukti ketika pria yang kabarnya pernah tidak naik kelas di masa SMA ini membenahi Bimantara yang terbelit utang.
Sebelumnya, Bimantara juga memiliki stasiun radio Trijaya FM. 

Belakangan, untuk menambah eksistensinya dalam dunia media, Bimantara juga menerbitkan media cetak. Sampai saat ini ada majalah, tabloid, dan koran yang bergabung di bawah bendera Grup Bimantara. Ada majalah ekonomi dan bisnis Trust, tabloid remaja Genie, dan pertengahan 2005 lalu menerbitkan harian Seputar Indonesia. Ke depan, MNC diproyeksikan menjadi perusahaan subholding yang bertindak sebagai induk media penyiaran di bawah Grup Bimantara. MNC juga bakal menjadi rumah produksi yang akan memasok acara-acara ke RCTI, TPI, Global TV, dan semua jaringan radionya. Selain itu, MNC akan membangun jaringan radio nasional di seluruh wilayah Tanah Air. Hary telah membuktikan kemampuannya membangun dinasti bisnis, dengan nilai aset US$ 7,2 miliar. Kinerja bisnis cemerlang itu ia lakukan hanya dalam tempo 14 tahun.

·         Transcorp
Langkah bisnis anak usaha CT Group makin mantap di bisnis hiburan dan media. Dengan melakukan sejumlah konsolidasi dan akuisisi, perusahaan ini tidak mau kalah dari saingannya yaitu MNC Group dan Viva Group. Selain memiliki bisnis media, perusahaan milik Chairul Tanjung ini juga berencana membangun 20 Trans Studio di Indonesia.
Sulur bisnis Chairul Tanjung, pemilik CT Corp makin panjang. Terakhir, perusahaan ini melalui anak usahanya Trans Airways membeli 10,88% saham PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) seharga Rp 620 per saham.
Trans Airways bukanlah satu-satunya anak usaha CT Corp. Perusahaan yang sebelum 1 Desember 2011 bernama Para Group ini juga memiliki sejumlah anak usaha di bidang penyiaran televisi, perdagangan ritel, dan hotel.
Di bisnis penyiaran televisi, CT memiliki perusahaan bernama Trans Corp yang membawahi Trans TV dan Trans 7. Sedangkan di bidang ritel, CT memegang lisensi Carrefour di Indonesia.
·         Nex media
Pada tahun 1983, Emtek didirikan oleh Eddy Kusnadi Sariaatmadja sebagai perusahaan layanan komputer pribadi dan pernah menjadi distributor produk Compaq di Indonesia.
Bisnis Emtek berkembang pesat. Emtek menguasai Surya Citra Media (induk SCTV) melalui PT. Abhimata Mediatama sejak 2001. Pada 2008, SCM dikuasai langsung oleh Emtek.[1]
Pada 1 Agustus 2004, Emtek bersama PT Mugi Rekso Abadi mendirikan stasiun televisi lokal Jakarta yakni O Channel yang memfokuskan siarannya di wilayah Jabodetabek. Dan pada tahun 2009, Kepemilikan O Channel telah 100 persen dimiliki oleh Emtek.
Pada 1 Agustus 2010, Emtek meluncurkan rumah produksi Screenplay Productions.
Pada 13 Mei 2011, Emtek resmi membeli saham Indosiar Karya Media (induk Indosiar) 27,24% dari PT. Prima Visualindo. Pada akhir penawaran tender wajib, Emtek resmi menguasai Indosiar dengan saham 84,77%.[2]
Pada 23 November 2011, Emtek berhasil meluncurkan televisi berlangganan bermerek Nexmedia. Nexmedia sendiri adalah televisi berlangganan yang bisa dipasang denganantena televisi biasa.[3]
Pada 6 Mei 2013, Emtek resmi bergabung dengan Indosiar Karya Media dengan penggabungan inilah yang menyebabkan perusahaan ini menguasai SCTV dan Indosiar yang diperusahaan oleh Surya Citra Media.

·         Kompas & gramedia group
Kompas Gramedia, disingkat KG, adalah perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang media massa yang didirikan pada tanggal 28 Juni 1965 Oleh P.K. Ojong dan Jakob Oetama.
Pada tahun 1980-an perusahaan ini mulai berkembang pesat, terutama dalam bidang komunikasi. Saat ini, KG memiliki beberapa anak perusahaan/bisnis unit yang bervariatif dari media massa, toko buku, percetakan, radio, hotel, lembaga pendidikan, event organizer, stasiun TV hingga universitas.
Pada tahun 2005, perusahaan ini mempekerjakan sekitar 12.000 karyawan yang tersebar di seluruh Indonesia.
3.  Praktisi public relations atau hubungan masyarakat sebelumnya hanya terbatas pada media-media fisik dan offline. Press release dan pesan korporat lainnya disampaikan kepada public dengan bantuan wartawan atau perantara lainnya. Penyampaian pesan untuk membangun citra korporat menjadi sangat bergantung kepada pihak ketiga yang menjadi penghubung antara praktisi dengan publik sasarannya. Selama sekian lama teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan terus berkembang. Pilihan bertambah dan teknologi untuk menuju masyarakat tidak lagi hanya saluran-saluran fisik dan offline.
Kemudahan akses internet membuat penggunanya semakin meluas di masyarakat. Semakin banyak interaksi sosial terjadi secara online sebagai akibat dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Semakin banyaknya pengguna dan interaksi di dunia maya membuat praktisi public relations harus dapat membaca cepat peluang strategis ini. Praktisi harus dapat dengan segera mengekspansi pekerjaannya, tidak hanya di ranah fisik tetapi juga dunia maya. Bahwa publik bukan hanya lagi orang-orang yang terlihat secara fisik namun juga orang-orang yang hidup di dunia maya. Bahwa dunia yang harus mereka persuasi telah berekspansi dalam ruang cyber. Seorang praktisi public relations yang baik haruslah pandai membaca dinamika di masyarakat termasuk migrasi besar-besaran interaksi ke dunia maya.
Saat ini, ekspansi ke dunia maya sudah tidak dapat dielakkan lagi. Praktisi public relations mutlak memerlukan saluran-saluran online dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini dapat dinilai sebagai bentuk determinisme teknologi terhadap bidang public relations. Perkembangan teknologi dan penggunaan internet telah memaksa korporasi turut bergabung dalam dunia maya yang dibangun bersama masyarakat. Jika ingin pesan-pesan dan pembentukan citra di masyarakat berjalan dengan baik, saluran-saluran di dunia maya sangat diperlukan. Korporasi tidak dapat mengelak, sebab mengelak berarti tertinggal. Tertinggal karena telah gagal membangun citra yang utuh di hadapan publik. Pembangunan citra yang hanya berhasil pada public secara fisik, tidak mengikutsertakan yang maya berarti hanya membangun citra pada sebelah mata publik saja. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa dunia telah berekspansi adalah sebuah kenyataan yang tidak terbantahkan.
Ekspansi dunia ke dunia maya sebagai akibat deterministik dari perkembangan teknologi setidaknya memiliki 3 implikasi bagi bidang public relations. Yang pertama adalah tambahan saluran, yang kedua adalah tambahan manfaat dan yang terakhir adalah tambahan keuntungan. Namun, seperti sebuah lingkaran, teknologi yang deterministik pada tahap selanjutnya kemudian dikendalikan oleh konstruksi manusia atasnya agar teknologi kembali berfungsi sesuai keinginan manusia. Dalam konstruksi ini, dibutuhkan kecermatan. Sebab, pemanfaatan teknologi dapat menjadi peluang sekaligus ancaman bagi praktek public relations.
Pertama, sebagai tambahan alat, ekspansi wilayah pekerjaan bagi praktisi public relations bisa jadi hanyalah berarti bahwa saluran untuk membangun citra menjadi bertambah variatif. Berbagai saluran lama yang telah ada seperti media cetak dan tatap muka bukan berarti hilang sama sekali. Saluran-saluran lama masih tetap diperlukan untuk membangun citra di mata public secara fisik. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah seberapa penting saluran baru ini untuk diperhatikan dan dikembangkan. Perkembangan teknologi dan penggunaannya yang semakin hari semakin terlihat signifikansinya dalam kehidupan masyarakat perlu diperhatikan. Dunia maya menjadi sangat penting bagi kehidupan masyarakat saat ini, bahkan tidak hanya masyarakat urban, sebab jaringan internet sudah dapat diakses hingga ke pelosok. Kecepatan arus informasi, kepercayaan dan ketergantungan masyarakat pada dunia maya menjadi peluang bagi pembangunan citra korporat. Sekaligus dapat pula menjadi ancaman apabila tidak dikelola dengan cermat. Kebebasan setiap orang untuk berbicara dan menyebarkan isu di dunia maya juga menambah deretan peluang yang dapat menjadi ancaman bagi citra korporat bila praktisi public relations mereka tidak cermat menangani.
Kedua, sebagai tambahan keuntungan hadirnya dunia maya membuat pembangunan citra tidak lagi tergantung kepada pihak-pihak ketiga. Praktisi dapat mendekati publik secara langsung. Bahkan di dunia maya, setiap orang seolah diraih secara personal melalui akun-akun pribadi mereka meskipun sesungguhnya pesan dikirimkan secara masal. Efek maya yang kabur antara interpersonal dan massa ini adalah salah satu keuntungan cyber public relations jika dibandingkan dengan physical public relations dan offline public relations. Publik dibuat memiliki kedekatan psikologis dengan korporat melalui hubungan-hubungan yang maya. Kedekatan psikologis dan interpersonal yang lebih menyentuh ini adalah hal yang sangat sulit dilakukan sebelumnya, mengingat ada begitu banyak orang yang harus dirangkul. Padahal, pergeseran jarak menjadi interpersonal dan banyaknya sentuhan psikologis serta perasaan membuat citra lebih mudah dibangun. Kepercayaan publik menjadi lebih tinggi ketika mereka merasa seolah-olah didekati secara interpersonal oleh korporasi.
Batas ruang dan waktu juga tidak lagi menjadi penghalang bagi hubungan publik dan korporasi. Akses internet 24 jam dari seluruh belahan dunia dapat digunakan oleh siapa saja untuk berkomunikasi mengenai apa saja. Arus informasi menjadi sangat cepat dan terus menerus berlangsung. Hal ini merupakan kesempatan yang sangat baik bagi praktisi public relations untuk terus menyebarkan informasi korporat, mendekati publik dan membangun citra. Tidak sedetik pun terjadi kevakuman yang dapat membuat isu-isu buruk berkembang luas. Tidak perlu menunggu pagi hari untuk menunggu press release terbit di koran, dalam hitungan detik atau bahkan saat kejadian, praktisi public relations dapat membuat live report nya sendiri.
Ketiga adalah tambahan tanggungjawab. Meluasnya publik yang harus ditangani dan banyaknya potensi keuntungan tentunya melahirkan tanggungjawab yang lebih besar. Kejelian membaca situasi dan dinamika sangat diperlukan karena offline dan online public tentunya membutuhkan strategi pendekatan yang berbeda. Kesigapan dalam menangani isu juga sangat diperlukan sebab tidak adanya batas ruang dan waktu membuat praktisi public relations harus ikut tetap terjaga seperti dunia maya itu. Tertidur, lepas monitor dan respon lambat akan membuat citra yang buruk bagi korporasi. Sebab, dunia maya tidak pernah tidur, dunia maya memiliki banyak tuntutan dari segi kecepatan dan akurasi. Praktisi public relations harus siap mengikuti ini demi korporasinya. Kemampuan menggunakan berbagai fasilitas di dunia maya juga menjadi sangat penting agar citra yang terbangun adalah korporasi masa kini yang ‘melek’ teknologi dan canggih. Di samping tetap menjalankan offline dan physical public relations, cyber public relations akan menjadi tambahan beban pekerjaan dan tanggungjawab bagi bidang public relations.
Efek deterministik dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang telah mewajibkan adanya cyber public relations sayang sekali justru sering menjerumuskan korporasi pada citra yang memburuk. Terbuai dengan keuntungan dan tambahan alat membuat banyak korporasi hanya ikut bergabung dan memiliki akun-akun di dunia maya tanpa memiliki kemahiran dan tanggungjawab dalam pengelolaannya. Hal ini justru membuat citra perusahaan terlihat lambat dalam menanggapi isu, tidak memiliki kontinuitas dalam penggunaan teknologi dan sebagainya. Praktisi public relations yang cerdas dan cermat akan menghalau efek deterministik ini dan menemukan cara untuk mengkonstruksi teknologi dan memanfaatkannya untuk kepentingan pekerjaannya membangun citra korporasi.
4.   Banyak masyarakat Indonesia yang bergantung dengan media massa untuk hanya mencari sebuah hiburan ataupun untuk memenuhi kebutuhanya. Dengan semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang menggunakan jasa media massa. Untuk sebagian pebisnis, dalam pandangan mereka itu merupakan salah satu peluang untuk meraup keuntungan yang menjanjikan. Maka tak heran dengan selalu bertambahnya media massa di Indonesia, dalam percetakan, pertelevisian ataupun radio. Dalam bidang pertelevisian, selain TVRI sebagai stasiun pertama yang berdiri di Indonesia yaitu pada tanggal 24 Agustus 196. terdapat 11 (sebelas) stasiun televisi lainya, Sebelas televisi ini ternyata dikuasai beberapa grup pemilik seperti MNC yang menguasai MNC (tadinya TPI), Metro TV, Global TV dan RCTI. Transcorp/Grup Para menguasai Trans TV dan Trans 7, kemudian Bakrie Group menguasai ANTV dan TV One , SCTV dan IVM (Indosiar Visual Mandiri) dikuasai kelompok yang sama, disamping TVRI serta Space Toon yang punya ijin siaran nasional, namun saham kepemilikan space toon kini telah di beli oleh perusahaan swasta dan berganti nama menjadi NET. Di samping itu kini telah beroperasi 7 televisi berlangganan satelit, 6 televisi berlangganan terrestrial, dan 17 televisi berlangganan kabel. Seperti tidak mau kalah dengan pertelevisian, radiopun mengalami kemajuan walaupun tidak sepesat televisi. Hingga akhir tahun 2002, terdapat 1188 Stasiun Siaran Radio di Indonesia. Jumlah itu terdiri atas 56 stasiun RRI dan 1132 buah Stasiun Radio Swasta. Perkembangan industri dan bisnis penyiaran juga telah mendorong tumbuh pesatnya bisnis rumah produksi (Production House/PH). Sebelum krisis ekonomi, tercatat ada 298 buah perusahaan PH yang beroperasi di mana sekitar 80% di antaranya berada di Jakarta. Pada saat krisis, khususnya antara tahun 1997-1999, jumlah PH yang beroperasi menurun drastis sampai sekitar 60%. Pada tahun 2003, bisnis PH secara perlahan kembali bangkit yang antara lain didorong oleh peningkatan jumlah televisi swasta. Kebutuhan TV swasta akan berbagai acara siaran, mulai acara hiburan sampai acara informasi dan pendidikan, banyak diproduksi oleh PH local. dalam bisnis media penerbitan, khususnya surat kabar dan majalah, juga mengalami peningkatan khususnya dalam hal kuantitas. Pada tahun 2000, menurut laporan MASINDO, terdapat 358 media penerbitan. Jumlah tersebut terdiri atas 104 surat kabar, 115 tabloid, dan 139 majalah. Hal menarik dalam penerbitan media massa cetak ini adalah semakin beragamnya pelayanan isi yang disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan segmen khalayak pembacanya.
Jadi Korporasi media massa di Indonesia ada 3, yaitu :
a. Media cetak 
b. Media penyiaran
c. New media, sebuah media yang memfasilitasi interaksi antar pengirim dan penerima identik dengan teknologi yang memanfaatkan internet, sehingga memunculkan suatu istilah baru yang sering disebut dengan jurnalisme online.
Gaya hidup yang serba instan membuat masyarakat tidak memiliki lagi waktu luang untuk sekadar membaca koran atau pun menonton televisi. Peluang inilah yang dilihat sebagai selera pasar bagi pemilik media. Para pemilik media mulai membuat afiliasi bagi medianya. Akhirnya muncullah media online yang sebenarnya merupakan korporasi dari media cetak maupun media penyiaran yang telah ada sebelumnya.
Meskipun tidak semua media online merupakan hasil korporasi media, namun tidak dapat dipungkiri jika kehadiran media online yang berafiliasi dengan media lain memang lebih banyak bila dibandingkan dengan yang tidak. Media online yang berdiri sendiri antara lain adalah lintas.me.
Sedangkan yang berafiliasi dengan media lain terdapat kompas.com, metrotvnews.com, tempo.com dan masih banyak lagi. Indonesia memiliki jumlah stasiun radio dan TV terbesar kedua setelah Cina. Negeri ini punya satu TV publik, 10 TV swasta nasional, 70 TV swasta lokal, dua TV kabel, satu TV satelit dan lebih dari 1.800 stasiun radio.

5.  Di era globalisasi ini, kebutuhan akan informasi yang cepat menjadi sangat penting bagi masyarakat. Media massa merupakan bentuk komunikasi massa yang mampu menyediakan kebutuhan akan informasi yang cepat mengenai apa yang terjadi. Media sebagai bagian dari komunikasi massa memegang posisi penting dalam masyarakat dimana menurut Lasswell dan Wright, komunikasi massa memiliki fungsi sosial sebagai surveillance, korelasi dan interpretasi, transmisi budaya dan sosialisasi, serta sebagai media hiburan.
Peranannya yang penting inilah yang membuat industri media massa berkembang sangat pesat dan membuat media massa tidak hanya sebagai sebuah institusi yang idealis, seperti misalnya sebagai alat sosial, politik, dan budaya, tetapi juga telah merubahnya menjadi suatu institusi yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi. Sebagai institusi ekonomi, media massa hadir menjadi suatu industri yang menjanjikan keuntungan yang besar bagi setiap pengusaha.
Oleh karena itu, jelas adanya oligopoli media, yang mengarahkan terciptanya monopoli media massa yang mengancam hak publik dalam mengakses informasi, sebab perusahaan media massa dikendalikan para pemilik modal dan digunakan untuk mengeruk keuntungan. Konsentrasi media yang terjadi dikhawatirkan membawa sejumlah dampak negatif, tidak hanya pada perkembangan kelangsungan sistem media di Indonesia, melainkan juga dampak pada isi atau konten yang disampaikan kepada masyarakat. Adanya konsentrasi media massa juga dapat mengakibatkan homogenitas pemberitaan dan informasi akibat dari diversifikasi media, yaitu proses penganekaragaman usaha ekonomi sosial yang dilakukan oleh suatu industri atau pelaku produksi media .
Sudut pandang yang dapat digunakan untuk melihat bagaimana peran pemilik media dari segi ekonomi politik terhadap media massa dapat dengan menggunakan pandangan dari teori ekonomi politik. Teori Ekonomi-politik merupakan sebuah teori yang berangkat dari pendekatan kritis yang muncul sebagai respon terhadap akselerasi kapitalisme.
Faktor kepemilikan media tersebut menyebabkan isu ekonomi politik media memiliki konsekuensi:
a.   Homogenisasi
Homogenisasi dapat diartikan sebagai : “Financial pressures ands other forces lead all media products to becom similar, standard and uniform” atau penyeragaman bentuk tayangan atau program.
b.  Agenda setting
Merupakan upaya media untuk membuat pemberitaan tidak semata-mata menjadi saluran isu dan peristiwa melainkan ada strategi dan kerangka yang dimainkan media sehingga pemberitaan memiliki nilai lebih yang diharapkan oleh media.
c.   Hegemoni Budaya
Merupakan pandangan bahwa telah terjadi dominasi oleh salah satu kelas di masyarakat atas kelas-kelas lainnya. Hegemoni budaya mengidentikasi dan menjelaskan dominasi dan upaya mempertahankan kekuasaan, metode yang dipakai mereka yang berkuasa atas kelas-kelas yang subordinat untuk menerima dan mengadopsi the ruling- class values. Contoh: konsumerisme, budaya Jawa, dan Islam
Karena kepentingan ekonomi media massa yang sudah berkembang, maka pers akan berubah tidak lagi menjadi pers yang idealis karena ada cempur tangan pemilik media yang akan menjadi gatekeeper utama menentukan informasi dan opini “pilihan” untuk diterima oleh masyarakat luas. Hal ini akan membuat informasi yang sampai ke masyarakat telah diatur sedemikian rupa tanpa disadari dan menjadi tidak seimbang. Selain itu, perkembangan industri yang berkiblat pada perkembangan di dunia barat dan masuknya modal asing dalam kepemilikian konsolidasi media akan mampu membawa masuk budaya barat ke delam masyarakat melalui isi yang ditampilkan oleh media sehingga dapat berakibat pada penjajahan budaya di masyarakat. Kepemilikan silang media yang bisa memicu adanya monopoli media massa yang pada akhirnya akan mengakibatkan soal hegemoni dan dominasi perusahaan media besar terhadap opini serta kebenaran yang dibentuk. Perluasan kepemilikan akan berpengaruh terhadap budaya yang berkembang di masyarakat karena industri ekonomi media yang besar berasal dari dunia barat.
Semua itu tidak terlepas dari adanya agenda setting dan framing yang dilakukan media massa yang disesuaikan dengan kepentingan pemiliknya. Hal tersebut bertentangan dengan fungsi utama jurnalisme media, yakni menyampaikan kebenaran publik, bukan kebenaran subyektif pemilik media atau pasar yang sifatnya sensasional. Kenyataan menunjukkan, keterlibatan media dalam membentuk suatu opini publik adalah sebuah kekuatan tersendiri yang dimilikinya dan itu sangat berpengaruh dalam tatanan kehidupan di masyarakat.
Konglomerasi media dimana pemilik media besar yang memiliki beragam jenis media massa dapat secara terus menerus menyampaikan informasi walaupun informasi tersebut sarat dengan kepentingan ekonomi dan politik tertentu.


Referensi :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar